Perempuan di Ambang Batas

Dalam riuh rutinitas yang berulang, tersembunyi di balik senyum perempuan dewasa itu adalah luka dan kisah yang memilukan. Di mata dunia, dia adalah pilar kekuatan dan ketegaran, namun dalam hatinya, ada ruang yang dipenuhi oleh rentang waktu yang seakan tak berujung.

Setiap pagi, langkahnya tetap mantap menyusuri koridor kesibukan. Meski terkadang terlihat rapuh, dia selalu berhasil menyusun waktu dan tanggung jawabnya seperti seorang penari yang mahir. Pundaknya, seperti rancangan baju besi yang melindungi dari tekanan berlebih.

Dalam perjalanan waktu yang membentang, perlahan terlihat semakin sulit baginya. Keterampilannya dalam menyembunyikan kelelahan seperti mahakarya yang tak pernah kelihatan buruk di mata orang lain. Namun, tanpa dia sadari, langkahnya mulai merayap dan hatinya membisikkan kesakitan yang tak terucapkan.

Dalam keheningan malam, ketika dunia telah tertidur, dia duduk sendiri di ruang kerjanya. Di sana, seolah-olah dia membuka tirai di dalam hatinya yang sejauh ini tersembunyi. Tatapannya ke arah jendela, seolah-olah bertanya pada waktu tentang kepenatan yang tak pernah dia ungkapkan.

Suatu ketika, tanpa aba-aba atau persiapan, waktu dan beban yang terlalu lama dia bawa mencapai puncaknya. Di suatu malam yang hening, dia menangis dalam kegelapan kamar. Tangisannya adalah ungkapan kepenatan yang selama ini ditutup rapat.

Dalam kesedihannya, dia meresapi bahwa terkadang, menjadi perempuan dewasa tak selamanya berarti tak merasakan lelah. Kadang-kadang, seberapa kuat pun kita, waktu dapat menjadi musuh yang sulit dihadapi. Rentang waktu yang tumbuh semakin panjang menjadi saksi bisu akan perjuangan batinnya yang semakin berat.

Komentar